Massa Geradak Tuntut Gubernur Sumsel Hentikan Operasional PT RMK Energy

PALEMBANG, PUBLIKZONE --- Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Demokrasi Anti Korupsi (Geradak) mendatangi kantor Gubernur Sumatera Selatan, Rabu (11/9/2019). Mereka menuntut agar Gubernur menghentikan aktivitas operasional PT Royaktana Mulia Kencana (RMK) Mining.

Aksi massa ini dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan yang dianggap telah merugikan masyarakat Dusun Sungai Jangkit (Dusun VII), Desa Tanjung Baru, Kecamatan Muara Belida, Kabupaten Muara Enim.

Informasinya, pihak perusahaan diduga telah melakukan pelarangan dan memberikan peraturan khusus dengan memperketat masyarakat pengguna jalan serta kendaraan warga yang melintasi jalan Jepang.

Dalam orasinya, Abror Vandozer selaku koordinator Geradak mengatakan, pihak perusahaan mengambil kebijakan sendiri dengan menutup jalan Jepang yang merupakan akses umum.

"Dengan status jalan umum, berarti jalan Jepang dapat dimanfaatkan serta difungsikan untuk kepentingan bersama. Dari dulu ruas jalan tersebut tidak boleh dikuasai perorangan ataupun perusahaan," ujarnya. 

Selain permasalahan itu, kata Abror, pihak perusahaan diduga tidak memperhatikan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Sejatinya, Amdal bersifat menyeluruh, meliputi dampak biologi, sosial, ekonomi, fisika, kimia maupun budaya. Jadi, Amdal ini tidak hanya berfokus pada lingkungan hidup saja tetapi juga komponen lainnya yang terlibat.

"Kita meminta Gubernur Sumsel untuk memberikan sanksi berupa penghentian kegiatan operasional PT RMK Energy. Penghentian ini tentunya berkaitan dengan dugaan pelanggaran peraturan Pemerintah dan UU RI. Tak hanya itu, pihak perusahaan juga diduga tak mengantongi izin Smelter, izin Batching Plan, izin Amdal, izin trase kereta, stasiun bongkar muat dan izin tata ruang," ungkapnya. 

Dikesempatan itu, Abror juga meminta Gubernur untuk dapat membatalkan surat perjanjian kerjasama pemanfaatan jalan Jepang antara Pemkot Palembang dan PT RMJ Energy yang dibuat 19 Januari  tahun 2013 lalu.

Diketahui, Jalan Jepang sepanjang 2,7 KM dan lebar 10 meter tersebut, telah dikontrakan kepada perusahaan Batubara PT RMK Energy selama 10 tahun. Dari perjanjian itu pemkot Palembang dibayar Rp.756 juta. Surat perjanjian tersebut dibuat dengan alasan bahwa ruas jalan Jepang masuk wilayah Kota Palembang. 

"Wilayah tersebut bukan daerah administrasi Kota Palembang melainkan wilayah administrasi Kabupaten Muara Enim. Itu Juga alasan kami meminta Gubernur untuk membatalkan perjanjian itu," katanya. 

Sementara, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Sumsel Apriyan Joni berjanji akan mempelajari permasalahan yang di suarakan massa Geradak. Pihaknya juga akan membahas dan melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan, Dinas LHK dan pihak terkait lainnya.

"Pemasalahan ini akan kami bahas dengan Sekda kemudian ke Gubernur. Namun untuk mengetahui duduk perkaranya perlu koordinasi dengan pihak terkait. Saya apresiasi aksi ini dan minta waktu paling lama tiga hari. Setelahnya pak Abror bisa kesini lagi," ungkapnya saat menemui massa aksi.

Dikesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Pemprov Sumsel Edward Chandra menuturkan, pihaknya akan turun ke lapangan terkait temuan masyarakat terhadap perizinan PT tersebut, baik itu batas daerah serta lokasi perusahaan yang masuk wilayah Muara Enim. 

"Dari Kementrian Lingkungan Hidup juga sudah turun. Dalam waktu dekat,  Kementrian LHK akan turun lagi.  Tugas kami akan mempercepat sanksi. Bila dalam waktu 2 minggu kedepan,  sanksi tidak keluar. Kami akan melakukan tindak lanjut lagi," pungkasnya. (Abi Samran)

Posting Komentar

0 Komentar