Kolaborasi Hadapi Ancaman Covid-19

PENULIS : ARIS PRIADI 


Pandemi Corona virus disease 2019 (COVID – 19) menimbulkan gelombang kepanikan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kebimbangan, kekurangan dan ketidak berdayaan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut virus corona tipe baru yang ditemukan pertama kali di Wuhan berasal dari keluarga besar yang sama dengan sindrom pernapasan Timur Tengah   (MERS-COV), dan sindrom pernapasan akut  paru (SAR-COV). Virus ini memiliki galur (strain) belum pernah ditemui pada manusia.

Pandemi penyakit virus corona telah menimbulkan krisis kesehatan global. Hampir tidak ada Negara terlepas darinya. Sampai dengan tanggal 5 mei 2020 menurut  WHO terdata sebanyak 215 negara telah mengalami pandemi Covid 19, jumlah kasus positif corona di dunia telah menembus angka 3.356.205 dan yang meninggal sebanyak 238.730 orang diseluruh dunia.

Laju penyebaran yang begitu masif dengan persentase kematian yang terus meningkat telah meresahkan banyak pihak. Upaya demi upaya menemukan vaksin,  pengobatan, hingga mengurangi penyebaran wabah corona virus perlu terus dilakukan.

Indonesia merujuk informasi resmi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 per 04 Mei 2020 kasus terkontaminasi positif corona virus berjumlah 11.587 orang, sembuh 1.954 orang meninggal dunia karena akibat positif kasus corona virus berjumlah 864 orang.

Menurut our world in data, waktu penggandaan covid-19 di Indonesia rata-rata dua hari atau jumlah kasus berlipat setiap dua hari. Indonesia dianggap terlambat menutup arus masuk dari negara sumber awal wabah serta kurang deteksi dini, penelusuran penyakit kontak dan tes massal, virus pun bersirkulasi tanpa kendali.

Sejak pertengahan Maret para ahli merekomendasikan karantina di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi yang menjadi pusat wabah. Dewan guru besar Universitas Indonesia merekomendasikan karantina wilayah secara selektif, karantina wilayah menurut Undang-Undang Nomor 06 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan merupakan upaya menutup wilayah atau provinsi terjangkit covid-19. 

Sebagai upaya menekan penyebaran  Covid 19 Presiden RI pada tanggal  30 Maret 2020 mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Covid 19, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid 19 serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk menetapkan Keputusan Presiden RI Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Pandemic Covid 19 sebagai Bencana Non Alam Nasional.

Padahal sejumlah kalangan, termasuk kepala Daerah untuk memutus mata rantai Covid 19 mendesak pemerintah pusat membuat kebijakan lockdown (karantina). Bahkan, sejumlah daerah dan warga membuat kebijakan lokal lockdown, karantina lokal terbatas, termasuk memagar jalan masuk daerahnya.

Lockdown, dalam arti penutupan suatu kawasan, tidak dipilih karena tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Presiden RI mendasarkan pada Undang – undang Nomor 6 tahun 2018 tentang ke karantinaan kesehatan, karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Bersekala Besar. Sebagaian kalangan menyebutkan lockdown senada dengan karantina wilayah.

Dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Pemerintah berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk swasta, dan berbagai elemen serta masyarakat  yang akan menjalankan kebijakan tersebut. Pemerintah Pusat menyiapkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang – Undang Nomor  6 tahun 2018 Karantina Wilayah tidak menjadi pilihan karena pelaksanannya dilapangan tidak mudah. Pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri menekan wabah Corona virus disease 2019 (Covid - 19), setiap orang harus membantu dengan menjalankan Pembatasan Sosial Bersekala Besar untuk keselamatan semua warga negara.

Pemerintah dituntut bekerja cepat, tetapi dengan kehati – hatian untuk mencegah meluasnya Corona virus disease 2019 (Covid – 19), ketidakpastian kapan pandemic Covid– 19 berakhir sepatutnya diantisipasi juga Pemerintah Daerah, termasuk menyiapkan strategi keterlibatan swasta dan elemen masyarakat menjadi penting untuk membantu pemerintah daerah.

Kasus COVID - 19 terus menghantui negara- negara di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia khususnya di Sumatera Selatan. Berdasarkan Update Data dari Gugus tugas penanganan COVID – 19 Provinsi Sumatera Selatan tanggal 4 Mei 2020 kasus terkonfirmasi positif sebanyak 185 orang meninggal 4 orang, sembuh 36 orang. Dari 17 Kabupaten Kota di Sumatera Selatan 3 Kabupaten / Kota sudah ditetapkan menjadi Zona Merah karena penularannya melalui transmisi lokal yaitu Kota Prabumulih, Palembang dan Kabupaten Ogan Komering Ulu. 

Mengingat Wilayah yang berlabel Zona Merah tentu koordinasi pencegahan penularan harus lebih serius dan baik. Peningkatan koordinasi antar stakeholder, termasuk antar Kepala daerah kebijakan yang dilakukan wajib selalu berkoordinasi dan berkolaborasi, baik dengan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat maupun kepala daerah lainnya yang berbatasan.

Oleh karena stigma negatif masyarakat yang didaerah zona merah masyarakat Sumatera Selatan belum begitu permisif untuk diterima masuk kewilayah zona hijau yang menimbulkan konflik sosial antar wilayah. Sehingga penanganan dan kebijakan tersebut harus benar-benar konfrehensif. Tak hanya itu pembagian tugas dan tanggung jawab akan dipikul bersama, termasuk soal sarana, prasarana dan pendanaan bila koordinasi antara kepala daerah berjalan dengan baik.

Melalui kolaborasi yang baik antar kepala daerah dan semua elemen termasuk BUMN, BUMS, swasta serta masyarakat, maka diharapkan penanganan Covid 19 dapat berjalan sesuai harapan, penyebaran virus dapat ditekan, dampak sosial pun dapat teratasi dengan baik pula. Oleh karena itu besarnya resiko yang ditimbulkan kasus Covid ini kolaborasi adalah hal yang wajib dilaksanakan oleh semua, sehingga kebijakan yang diambil tidak terkesan sporadis yang pada akhirnya covid bisa dibasmi, tetapi juga ekonomi dan sosial akan segera teratasi.

Menurut Dwiyanto ( 2010 ), dalam kerjasama kolaboratif, para pihak diikat oleh kepentingan bersama untuk mencari solusi atas isu tertentu. Hal ini memunculkan semangat bahwa untuk menyelesaikan sebuah isu akan lebih muda bila dilakukan secara bersama – sama, Sink ( 1998) menjelaskan kerjasama kolaboratif sebagai sebuah proses dimana organisasi – organisasi yang memiliki kepentingan terhadap suatu masalah berusaha mencari solusi yang ditentukan secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai sendirian.

Kolaborasi pencegahan dan penanganan Covid 19 di daerah yang dipimpin oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan semua elemen yang ada sanagat perlu dilakukan antara lain dari unsur kepolisian, TNI, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Agama, BUMN, BUMD, Instansi Vertikal, Organisasi Perangkat Daerah, Organisasi Pemuda, Organisasi Wanita, Organisasi Kesehatan Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Profesi, Pengusaha, Akademisi, Camat, Lurah / Kades, RW / RT, Kadus, Linmas, Kelompok Dasawisma, Kelompok Pengajian, Toko Adat dan lainnya Semakin banyak yang proaktif mendukung kegiatan pencegahan dan penanganan dalam memutus rantai Covid akan semakin baik hasil yang akan dicapai.

Kolaborasi ini diwujudkan dengan kerjasama melaksanakan kegiatan informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk patuh dan taat terhadap anjuran pemerintah, upaya kegiatan pencegahan termasuk juga penanganan penyebaran Covid 19 terutama bagi wilayah yang sudah zona merah.

Berbagai kegiatan yang memerlukan kolaborasi dalam kegiatan pencegahan adalah sosialisasi tentang bahaya wabah Covid 19 kepada masyarakat, dan patuh terhadap turan dan anjuran dari pemerintah, penyemprotan disinfektan secara massal dan terpadu, pembuatan posko gugus tugas, pembuatan penjagaan dan posko check point perbatasan, posko relawan desa dan kelurahan, patroli dialogis gabungan pembagian masker dan sembako termasuk juga perlunya dukungan bantuan dari donatur berupa APD, hand sanitizer, disinfektan sarung tangan, sepatu boot, bahan makanan dan minuman untuk tenaga medis didalam melaksanakan tugas dan lainnya.

Kerjasama dan sinergi untuk mendukung upaya mencegah dan penyebaran virus corona juga tidak terlepas dan peran serta aktif  seluruh lapisan masyarakat dengan rasa tanggung jawab tanpa harus diawasi dan diperintah untuk melaksanakan phisical distancing, membiasakan cuci tangan pake sabun dengan air mengalir, menggunakan Hand Sanitizer memakai masker kalau keluar rumah, tidak kumpul-kumpul menunda bepergian bila tidak perlu / tidak mudik.

Dengan kolaborasi yang terjalin harmonis antar elemen, memiliki perencanaan dan strategi penanganan penyiapan sarana dan prasarana kesehatan, kesiapan tenaga medis, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial oleh pemerintah daerah dan didukung dengan kesiapan kondisi politik, ekonomi sosial, budaya, agama serta keamanan yang stabil dan kondusif tentu akan cenderung dapat mencegah dan mengendalikan penyebaran virus korona walaupun berada pada daerah zona merah, sedangkan bagi  pemerintah daerah yang wilayah zona merah masih mengalami peningkatan transmisi lokal penyebaran virus korona sudah memenuhi kriteria syarat untuk  mengajukan perberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) ke Kementerian Kesehatan melalui Gubernur maka akan lebih terlatih dan siap untuk melaksanakan pembatasan sosial berskala besar akan mendapatkan hasil yang lebih efektif sesuai dengan target jangka waktu ditetapkan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid di masyarakat.

Hal ini diperlukan mengingat pelaksanan Pembatasan Sosial Berskala Besar mempunyai konsekuensi penegakan aturan dan sanksi yang lebih tegas daripada daerh yang belum menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar seperti kewajiban penggunaan masker, tata cara berkendaraan, larangan berkumpul, larangan mudik, pembatasan kegiatan umum dan keagamaan, tentu bagi masyarakat yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Demikian juga sebaliknya jika kolaborasi tersebut tidak berjalan baik, maka jangan harap akan membuahkan hasil yang baik yang diinginkan semua pihak harus merasa bertanggung jawab dan membuang ego masing masing demi kepentingan masyarakat.

Kasus Covid 19 ini harus dijadikan momen untuk bersatu padu disemua lini, membuang kepentingan kelompok atau individu, dan mengedepankan kepentingan masyarakat banyak mengajak partisipasi aktif pencegahan penyebaran virus korona mulai dari masyarakat ditingkat lingkungan perlu juga dilakukan dalam bentuk kolaborasi, sehebat apapun gugus tugas percepatan penanganan Covid 19 tanpa kerjasama semua elemen dan dukungan masyarakat, maka hasil yang ingin dicapai tidak dapat maksimal.

Guna memaksimalkan hal tersebut, pemerintah perlu juga melakukan pendekatan kepada toko masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang kondisi dan program yang akan dilaksanakan. Kalau lingkungan efektif melakukan penaggulangan Covid akan dapat melindungi masyarakat dari penyebaran virus. (Dari berbagai Sumber)

Posting Komentar

0 Komentar