Kementerian UMKM RI Ajak JNIB Kolaborasi Dorong Penguatan Usaha Mikro di Seluruh Indonesia

JAKARTA,PUBLIKZONE– Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Republik Indonesia mengajak Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Jembatan Nasional Indonesia Baru (JNIB) untuk berkolaborasi dalam mendorong penguatan dan kemajuan usaha mikro di Indonesia.

Ajakan tersebut disampaikan dalam diskusi daring melalui Zoom Meeting yang digelar DPN JNIB dengan mengusung tema “UMKM dan Problematikanya”, Jumat (19/12). Diskusi ini menghadirkan Ajie Kurniawan selaku Tenaga Ahli Kementerian UMKM RI sebagai narasumber utama.

Kegiatan ini diikuti oleh Ketua Umum DPN JNIB Nachung Tajudin, jajaran pengurus DPN, DPW, hingga DPC JNIB dari seluruh Indonesia.

Dalam paparannya, Ajie Kurniawan menekankan pentingnya skema business flow pemberdayaan usaha mikro sebagai fondasi utama agar UMKM dapat naik kelas. Menurutnya, tahap awal yang harus diperkuat adalah formalisasi usaha, khususnya melalui kepemilikan Nomor Induk Berusaha (NIB).

“Usaha mikro harus terdaftar terlebih dahulu. NIB menjadi pintu masuk untuk akses pembiayaan, pendampingan, hingga pengembangan usaha ke tahap yang lebih besar,” jelas Ajie.

Ia mendorong JNIB agar aktif mengedukasi dan mendampingi para pelaku usaha mikro binaannya di seluruh Indonesia agar segera memiliki legalitas usaha.

Setelah formalisasi, tahap berikutnya adalah peningkatan kapasitas, melalui pelatihan dan pendampingan. Hal ini mencakup inovasi produk, peningkatan kualitas kemasan (packaging), serta strategi pemasaran agar produk UMKM lebih kompetitif.

Tahap selanjutnya adalah standarisasi, seperti sertifikasi halal bagi produk makanan, pendaftaran merek atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), serta Sertipikat Produksk Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) untuk produk pangan. Menurut Aji, sertifikasi ini penting untuk membangun kepercayaan konsumen sekaligus membuka akses pasar yang lebih luas, termasuk ke ritel modern seperti minimarket dan supermarket.

“Tanpa standarisasi dan perlindungan merek, banyak produk UMKM yang akhirnya diambil pihak lain dan pelaku aslinya justru tertinggal,” ujarnya.

Dalam hal permodalan, Ajie menjelaskan bahwa usaha mikro memiliki banyak opsi pembiayaan. Untuk modal dasar tersedia Permodalan Nasional Madani (PNM), sementara pembiayaan di atas Rp10 juta hingga Rp100 juta dapat diakses melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Ia menegaskan bahwa sesuai kebijakan Kementerian UMKM, pembiayaan KUR hingga Rp100 juta tidak memerlukan agunan tambahan, cukup dengan menunjukkan keberadaan dan kelayakan usaha.

“Penyaluran KUR dan PNM pada tahun 2025 telah mencapai 98 persen dan akan terus dilanjutkan pada tahun 2026,” tambahnya.

Lebih lanjut, pengembangan usaha juga dapat dilakukan melalui Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) sebagai pusat inkubasi, business matching, serta pelatihan digitalisasi. 

Setelah itu, usaha mikro diarahkan masuk dalam klasterisasi usaha dan kemitraan dengan usaha kecil dan menengah agar terhubung dalam rantai pasok nasional.

Pada tahap lanjutan, pelaku usaha mikro didorong mengakses peluang pasar melalui afirmasi belanja pemerintah sebesar 40 persen untuk UMKM, alokasi 30 persen ruang infrastruktur publik untuk UMKM, optimalisasi pemasaran digital, platform PaDi UMKM, hingga peluang ekspor usaha mikro.

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS Agustus 2024, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 56,14 juta unit usaha, dengan usaha mikro mendominasi sebesar 96,84 persen atau sekitar 54,42 juta unit usaha. Usaha kecil tercatat sebanyak 1,70 persen dan usaha menengah hanya 1,36 persen.

Sementara itu, data Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) UMKM Kementerian UMKM tahun 2025 mencatat sebanyak 30,17 juta unit usaha, dengan 64,5 persen di antaranya merupakan usaha mikro yang dikelola oleh perempuan.

Melalui kolaborasi antara Kementerian UMKM RI dan JNIB, diharapkan penguatan usaha mikro dapat berjalan lebih sistematis, berkelanjutan, dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dari akar rumput. (Ril)

Posting Komentar

0 Komentar